AURORA DI STASIUN PENULIS GILA

AURORA DI STASIUN PENULIS GILA
AURORA DI STASIUN PENULIS GILA
Mrinspirasi - Pagi itu matahari masih malu-malu keluar dari tempat persembunyiannya, angin sepoi-sepoi menerbangkan dedaunan dan menggoyangkan lembar-lembar buku yang sedang kubaca sejak semalaman. Udara dingin mulai merasuk ke bawah kulit sehingga jelas terasa kesejukannya yang mengalir melalui cela-cela baju hangat yang kupakai. Aku menutup buku tebal yang kubaca dari tadi untuk menghilangkan rasa jenuh,menyimpan buku itu pada tas coklat yang kubawa.

Aku memasukkan kedua tanganku kedalam saku baju hangat untuk mengurangi rasa yang mulai membuatku mengantuk. Tak ada satu orangpun disini, kecuali para petugas stasiun yang dari tadi duduk membaca koran di pos jaganya dan para petugas kebersihan yang masih menyapu sisa-sisa sampah dan dedaunan yang dengan sesuka hatinya beterbangan entah kemana.

“Boleh duduk disini ?,” seorang perempuan membuka suara yang sebelumnya hanya di ambil alih oleh suara desir angin burung-burung yang tak jelas bunyinya. “Silahkan.,” kataku mengangguk kecil sambil mengambil tas coklatku tadi dan memangkunya. Tak ada percakapan selanjutnya dan kami hanya diam dan menikmati keadaan. Tiba-tiba langit menumpahkan airnya dan membasahi bumi, rintikan air turun seperti ribuan prajurit yang siap menghantam lawan. Baca juga : Kata-kata Dari Perempuan Yang Membuat Laki-laki Mikir 7 Keliling

Tak ada ampun bagi siapapun jika tidak berlindung, air itu akan tetap turun. “Akhirnya hujan turun juga.,” perempuan itu menengadah ke langit sambil membuka bungkus permen karet dan memakannya. “Padahal tadi cuma mendung dikit, ya.,”aku memberanikan diri membalas suaranya. “Mendung, tak berarti hujan, kan ?,” aku meliriknya. Dia terseyum. “Buktinya, hujan juga kan ?!” dia kembali tersenyum. “Chardo.,” kataku mengulurkan tangan sebagai tanda perkenalan kami. “Terserah…,” dia menyambut jabatan tanganku.

“Terserah ? Namamu Terserah ?!,” aku menekuk alis dan mencipitkan mata padanya. “Bukan, maksudnya kamu boleh panggil aku apa saja.,”katanya masih dengan mengunyah permen karet. Sesaat aku tenggelam dalam kebingungan yang dia berikan. Perempuan ini sedikit aneh, tapi menarik. Tatanan busananya yang polos, rambutnya yang sebahu, dengan sebuah tas sandang dan sebuah buku di genggamannya.

“Aku harus menamainya apa ?,” bisikku dalam hati. “Capek amat mikirin nama doang ?,” dia menertawaiku. “Aku tidak tahu. Ayolah, aku hanya tak ingin salah memanggilmu. Apa sulitnya memberi nama ?,” kataku. “Iya, apa sulitnya memberi nama ?,” dia berkata lagi. “Ada 26 huruf, ya silahkan saja membuat namaku dari 26 huruf itu.,”dia menatapiku dengan matanya yang bulat dan teduh. “Hahaha, gila !,” kataku. “Nah ! Itu ! Itu namaku…,” dia bersemangat dan mempercepat mengunyah permennya. “Namamu, ‘Hahaha’?,” kataku bingung dan memperlambat tertawaan di kata ‘hahaha’.

“Bukan ! Yang tadi…,”dia memaksaku mengingat kata yang tadi kuucapkan. “Gila…,” kataku datar dan begitu juga dengan raut wajahku yang datar. Dia mengangguk-angguk sambil tersenyum. Aku mengalihkan pandanganku pada sebuah gerbong kereta api yang lagi dicuci dan air hujan berkesempatan menjadi bagian dari pencucian itu. Aku masih hanyut dalam kebingungan sembari menikmati suara hujan yang berisik. “Namamu, memang Gila ?,”aku bertanya lagi. Dia mengangguk. Baca juga : Hal Yang Membuat Cewek Khawatir Saat Melihat Tingkah Cowoknya Yang Aneh-aneh

“Jadi, apa yang kamu lakukan disini ?,” aku bertanya mencoba beranjak dari topic pembicaraan yang memang membuat aku gila. “Menikmati hujan.,”jawabnya singkat. “Kalau kamu ?,” dia balik bertanya. Aku tidak tahu harus menjawab apa pertanyaan perempuan ini. Aku juga tidak tahu apa yang kulakukan di stasiun ini. Bangku besi yang mulai berkarat, gerbong kereta api yang tak terpakai, para penjual tiket, petugas kereta api, petugas kebersihan, dan aroma air hujan. “Aku tidak tahu.

Hal terakhir yang aku ingat adalah aku naik kereta dari rumahku ke suatu tempat yang kutuju, namun aku rasa aku salah naik kereta, lalu aku diberhentikan pada sebuah stasiun yang gelap, dan tak ada seorangpun disitu. Tikus got berlarian, bau yang tidak enak dan lampu disana redup tak jelas. Sarang laba-laba sudah membuat rumahnya di pos penjaga tiket. Aku ketakutan. Aku kira, akan datang kereta selanjutnya untuk membawaku pergi dari stasiun angker itu namun aku terus menunggu dan mengalahkan ketakutanku namun tak kunjung datang.

Akhirnya aku berlari hingga aku lelah, aku berjalan kecil dan sangat jauh hingga aku menemukan stasiun ini. Aku kehabisan tenaga, otakku tak mampu berfikir lagi. Lalu, aku dibangunkan oleh seorang petugas kebersihan itu,” aku menunjuk kearah seorang pria tua kurus yang sedang mengepel lantai karena cipratan air hujan. “Aku menceritakan semua kejadian mengerikan itu padanya. Lalu esoknya, petugas kebersihan itu datang dan membawaku sebuah pakaian, makanan, dan buku.” Aku mengeluarkan buku yang tadi kubca dari dalam tasku dan menunjukan pada wanita ini. “Oh begitu ternyata. Kasihan kamu..,”dia merespon seadanya.

“Lain waktu sebelum naik kereta itu, pastikan dulu. Lihat tiketnya. Kalau tidak tahu, kamu bisa bertanya.,”dia mengajariku. “Jadi, apa rencanamu selanjutnya?,” sambungnya lagi. “Aku tidak tahu…,”aku mengangkat bahuku. “Bagaimana denganmu?,”aku kembali bertanya. “Aku ??? Hahah, kenapa kamu ingin tahu kemana tujuanku? Aku akan ke sini…,” perempuan itu pengambil pena dari tasnya dan menulis di telapak tanganku. Aku mengangkat telapak tanganku untuk dapat membacanya. Baca juga : Manfaatkan Semua Keahlianmu Agar Sukses, Inilah alasannya

“Kamu akan kesitu? Itu bukan jarak yang dekat, kan ?,”aku mencoba memberitahunya. “Ya, benar. Tapi, kali ini aku yakin aku akan sampai. Aku pernah beberapa kali mencoba kesana, namun selalu gagal. Kau tahu, 15 menit lagi kereta pertama di hari ini akan datang, dan aku akan naik kereta itu. Yang buat aku gagal bukan karena aku salah naik kereta, tetapi karena aku tak bisa menunggu lama. Butuh waktu berhari-hari mencapai tujuan ini dengan beberapa pemberhentian di beberapa stasiun.

Persinggahan-persinggahan yang menguji kesabaran itulah yang tak bisa ku terima. Aku lelah, lalu aku turun. Dan kembali kesini, ketempat asalku beranjak. Tapi, hari ini aku ingin pastikan bahwa aku tak akan gagal lagi. Selama beberapa saat aku tidak naik kereta karena aku ingin menguji hatiku dulu dan melatihnya agar mampu bertahan di persinggahan nanti. ,”katanya yang bercerita dengan penuh semangat dan optimis yang kuat.

“Kamu benar juga. Mungkin, kalau aku hanya berdiam saja disini aku tak akan tahu kemana tujuanku dan hanya mampu meratapi nasib karena kebodohan di masa lalu. Aku yakin kamu pasti akan bisa ketujuanmu itu. Semangat..,”kataku tersenyum. “Kalau boleh tahu, sekarang tanggal berapa ya ?,”aku bertanya. Dia mengeluarkan kelender kecil dari tasnya dan menunjuk ke tanggal hari ini. Aku terdiam dan hening. Aku melihatnya dan tersenyum.

“Kenapa ? Kenapa kau terseyum ? Apa kau sedang ulangtahun?,”katanya sambil mengamatiku yang memang sejujurnya sedang berulangtahun hari ini. Aku terseyum sumbringan. “Kau ulangtahun, benar ?,”dia memperkeras suaranya sambil tertawa kecil. “Aku hampir lupa bahwa aku masih bisa ulangtahun,”kataku berlelucon. “Hei, Chardo ! Selamat Ulangtahun,”dia mengulurkan tangannya yang kecil dan dingin. Aku menggapai uluran tangannya. Baca juga : Ingin Sukses Ikuti Cara-cara ini

“Semoga kau selalu bahagia, dan bisa sampai ketempat tujuanmu. Jangan sesali apapu lagi yang pernah terjadi. Selamat berjuang dan semoga kau bisa sampai pada tempat tujuanmu itu,”katanya dan melepaskan uluran tangan. “Terimakasih. Itu salah satu ucapan terbaik yang pernah ku dapat dari orang. Kamu mengingatkanku pada seorang penulis buku yang aku baca ini.,”aku menepuk-nepuk buku itu. Hujan mulai menepi, meninggalkan tetesan terkhir-terakhirnya. “Ooh, buku ini. Aku juga punya.,”dia mengaduk aduk tas nya dan mengeluarkan buku yang sama seperti yang kubaca. “Eehh, mbak Deas.

Sudah mau berangkat mbak?,”pria tua petugas kebersihan tadi menemui kami dengan sebuah kain bekas pundaknya. Dia mengenali perempuan yang dari tadi membuat hiburan kecil padaku. Perempuan itu mengangguk. “Sudah ketemu sama mas ini, ya?,”katanya lagi sambil mengacungkan jempolnya dihadapanku. Aku mulai kikuk lagi. “Sudah Pak Moh. ,”perempuan itu melirikku sambil cekikikkan. “Ini lho mas, mbak yang tadi malam nyuruh saya ngasih pakaian sama makanan ke mas. Ya mbak ini…,” katanya lagi.

Aku terdiam “Oh iya mas, buku yang mas pegang itu juga buku mbak ini. Dia penulisnya…,”katanya sambil sedikit berbisik kepadaku. Perempuan itu menunduk malu-malu. Aku masih terdia dan mengamati kejadian aneh ini. “Jadi, saya pamit dulu yang mbak, mas ! Mau kerja lagi..,,”katanya yang berlalu dari kami. Aku mengamati buku yang ku pegang itu. Membalik-balikkannya dan pada halaman belakang terdapat sebuah biografi. Aku membuka lembaran itu perlahan memastikan kegilaan yang ada.

Terdapat sebuah nama DEAS_OMOSFIR “Penulis Gila”. Gila ??? Perempuan Gila ?? Penulis Gila ??? Aku menatapnya dan mencipitkan mata. “Apa ?! Apa yang kamu lihat ??,”perempuan itu berdiri menyandang tasnya dengan masih memegang buku karyanya. “Kau perempuan gila.,”kataku dengan sedikit kesal namun ingin tertawa. “Aku sudah bilang kan, jangan takut mencoba lagi. Lihat, hujan sudah berhenti, dan matahari yang kau tunggu-tunggu itu sudah berani keluar.,”katanya menunjuk ketimur. Langit tampak bewarna. Baca juga : Cara Menyimpan Kenangan Bersama Pacar Yang Tidak Pernah Terlupakan

Warna merah, jingga, putih, biru, dan entah apalah. Seperti aurora yang aku sendiri tak pernah melihatnya secara langsung. “Keretaku sudah datang, aku akan pergi. Terimaksih untuk pagi ini. ,”katanya yang bersiap melangkah. Aku masih terdiam“ Tunggu, Penulis Gila!,” aku memberhentikan langkahnya. Dia berbalik dan mengangkat alisnya. “Aku mungkin orang yang bodoh karena salah naik kereta, tapi aku orang yang punya tingkat kesabaran yang tinggi. Siapa tahu kau membutuhkan orang sepertiku di persinggahan nanti ?,” kataku sedikit teriak.

Dia tertawa hingga terlihat giginya yang rapat. “Ayolah !,”katanya mengajakku sambil terus berjalan dan aku mengejarnya dari belakang. Dia benar, setiap orang pasti pernah dan akan berbuat salah dalam naik kereta. Tergantung pada kita, naik kereta selanjutnya, atau meratapi nasib di stasiun yang tak jelas arahnya. Dia perempuan gila, yang membuat cerita gila ditempat gila.

Sekian dari artikel AURORA DI STASIUN PENULIS GILA.

Penulis : Deasry Tambunan
Support by : Rorot Purba
Bram Nama saya Bram

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "AURORA DI STASIUN PENULIS GILA"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel